Inspirasiku

Inspirasiku
Sang Pemimpi

Rabu, 16 Juni 2010

MAKNA KEHIDUPAN

MAKNA KEHIDUPAN


Hari Sabtu 20 Maret 2010 pukul 10.15 WIB, kami berempat (Lusi, Alin, Binti, dan Dewi) pergi menuju Talun Blitar untuk bakti sosial. Perjalanan kami dimulai dari Stasiun Blimbing Malang menuju Stasiun Talun Blitar.





Perjalanan kami menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam. Setibanya di Stasiun Talun, kami menggunakan kendaraan umum (ojek) untuk menuju lokasi bakti social. Kami memilih lokasi bakti sosial di Desa Wonorejo RT 3 RW 2 Talun Blitar tepatnya di rumah Bapak Tumiran setelah meminta izin terlebih dahulu kepada Ketua RT setempat (Bapak Subekti). Kami memilih lokasi pedesaan dengan pertimbangan lokasi tersebut termasuk desa yang jauh dari akses dan sarana umum yang memadai seperti di kota Malang ini.
Di desa tersebut juga banyak terdapat anak yang kurang beruntung karena tidak memiliki orang tua dan kehidupan yang sangat sederhana. Tak jarang mereka hanya hidup bersama dengan nenek atau kakek mereka yang sudah renta dan kehidupan mereka yang serba kekurangan. Pada bakti sosial ini kami menemukan setidaknya ada 3 orang anak kecil, dua diantaranya berusia kurang lebih 7 tahun (Lajuarti dan Siti) dan yang satu lagi berusia 10 tahun (Untung) yang hidup tanpa kasih sayang orang tua.




Saat bakti sosial ini kami tinggal di rumah keluarga Bapak Tumiran yang terlihat sebagai keluarga sederhana. Hal ini dibuktikan dengan minimnya perabotan rumah. Kamar mandinya kurang terawat dan tidak memiliki pompa air, otomatos untuk persediaan air, keluarga ini masih menggunakan timba yang ditarik. Tetapi diluar itu, keluarga ini sangat ramah dan kami diterima dengan tangan terbuka. Keluarga ini terdiri dari bapak, ibu, nenek, dan dua orang anak yang masih bersekolah di SMP dan TK.





Setelah sholat dhuhur, banyak sekali kegiatan yang kami lakukan disana mulai dari sekedar membantu memasak sampai bekerja di sawah. Setiba disana kegiatan pertama yang kami lakukan adalah membantu memasak makanan rujak dan menggoreng lauk dengan menggunakan tunku api yang membutuhkan usaha keras untuk menyalakan dan menjaga api agar tetap menyala. Ini sangat jauh berbeda dengan kondisi di kota yang kebanyakan warganya menggunakan kompor gas. Setelah itu kegiatan kami adalah makan bersama dengan keluarga mereka menjadi momen yang luar biasa walaupun tidak seluruh anggota kelurga mereka berkumpul karena kesibukan mereka di sawah. Walaupun bahan-bahan rujak seperti sayur-sayuran tidak dibeli tetapi langsung diperik dari sawah, justru hal ini menambah kenikmatan tersendiri yang tidak pernah kami temukan di kos.





Kegiatan kami lanjutkan dengan membantu mencuci piring dan mengisi persediaan air untuk memasak, mandi, dan mencuci. Disini kami berusaha sebaik mungkin untuk menimba air tetapi karena terlalu bersemangat sampai-sampai timba airnya jatuh ke sumur dan alhasil kami malah merepotkan keluarga ini untuk memperbaikinya.




Setelah itu kegiatan yang kami lakukan adalah membantu bekerja di sawah. Kami membantu mencabuti rumput-rumput liar di sekitar tanaman padi ( di desa ini disebut matun). Untuk mencabut rumput-rumput tersebut kami harus terjun langsung ke dalam lumpur yang cukup dalam dan membuat gatal-gatal pada kulit. Tak cukup hanya itu kami juga membantu memanen kedelai sepanjang pematang sawah milik Mbah Sumi yang sawahnya bersebelahan dengan sawah keluarga Ibu Tumiran. Awalnya kami kesulitan untuk melakukan hal tersebut, tetapi dengan kesabaran Mbah Sumi yang mengajari kami cara yang benar, Alhamdulillah kami bisa sedikit meringankan pekerjaan nenek itu.






Kegiatan kami lanjutkan dengan membantu anak laki-laki Bapak Tumiran mencari rumput dan daun-daun dari dahan pohon yang sekiranya bisa dimakan kambing. Kami juga membantu memberi makan kambing di kandang belakang rumah.





Malamnya kami mengaji bersama dengan anak-anak setempat. Walaupun jumlahnya cuma 3 anak ,tetapi mereka sangat antusias dengan kegiatan belajar mengaji dan membaca doa-doa dan surat-surat pendek. Ternyata mereka juga cukup banyak hafal doa-doa seperti doa sebelum makan, doa sesudah makan, doa sebelum tidur, dan doa wudhu. Selain itu mereka juga hafal surat Al Ikhlas dan Surat An Nass. Hal ini cukup membuat kita terkesan, walaupun mereka anak desa dan jauh dari mushola atau masjid, tetapi mereka tetap antusias belajar mengaji di rumah salah seorang warga yang sudah terbiasa mengajar mengaji.




Keesokan harinya sebelum kita berpamitan untuk pulang ke Malang, kami memberikan sedikit bantuan berupa beras. Walaupun jumlahnya tidak seberapa, tetapi kami berharap bantuan tersebut bisa bermanfaat bagi keluarga tersebut. Kamipun pulang dengan hati gembira dan berusaha mengambil hikmah dari kegiatan yang telah kami lakukan meskipun hanya sehari.





Banyak hikmah yang dapat kami ambil dari perjalan ini, diantaranya kita harus mensyukuri segala nikmat yang diberi Allah SWT kepada kita. Apapun yang diberikan olehNya baik nikmat ataupun cobaan harus dijalani dengan ikhlas dan sabar. Kita juga harus menghargai jasa orang tua yang telah berusaha keras mendidik dan membesarkan kita sampai sekarang. Mereka telah berkorban tenaga, waktu, dan pikiran untuk memberikan yang terbaik untuk kita. Oleh karena itu, hendaknya kita juga berusaha menjadi anak yang berbakti. Kita juga harus bersyukur masih mempunyai orang tua karena tidak semua anak mempunyai orang tua yang lengkap. Dari perjalanan ini, kami juga bisa belajar hidup sederhana walaupun dengan fasilitas yang sederhana pula. Selain itu, kami juga belajar untuk membantu sesama yang membuntuhkan bantuan baik dalam hal materi dan ilmu pengetahuan. Kami juga menyadari pentingnya pengenalan agama bagi anak-anak sejak dini untuk bekal mereka di masa depan. Kami berharap masyarakat juga berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial di bidang keagamaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar