Inspirasiku

Inspirasiku
Sang Pemimpi

Rabu, 16 Juni 2010

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Banyak macam ideologi di dunia ini. Hampir masing-masing negara mempunyai ideologi tersendiri yang sesuai dengan negaranya, karena ideologi ini merupakan dasar atau ide atau cita-cita negara tersebut untuk semakin berkembang dan maju. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, ideologi negara tersebut tidak boleh hilang dan tetap menjadi pedoman dan tetap tertanam pada setiap warganya. Begitu juga dengan Negara Indonesia.

Ideologi negara Indonesia adalah Ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila ini dijadikan sebagai pandangan hidup bagi bangsa Indonesia dalam mengembangkan negara Indonesia dalam berbagai aspek. Dengan ideologi inilah bangsa Indonesia bisa mencapai kemerdekaan dan bertambah maju baik dari potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Namun dengan seiring barjalannya waktu, semakin maju zaman, dan semakin maju teknologi seolah-olah ideologi Pancasila hanya sebagai pelengkap negara agar tampak bahwa Indonesia sebuah negara yang merdeka dan mandiri. Banyak tingkah laku baik kalangan penjabat maupun rakyatnya bertindak tidak sesuai dengan ideologi Pancasila. Ada beberapa faktor mengapa bangsa kita sedikit melenceng dari ideologi Pancasila. Selain semakin berkembangnya ideologi-ideologi luar atau selain Pancasila tetapi juga bangsa Indonesia kurang mengerti ideologinya dan bahkan tidak tahu sama sekali. Oleh karena itu, penulis membuat makalah ini dengan judul Pancasila sebagai Ideologi nasional agar kita dapat mengenal ideologi kita dan bertindak sesuai dengan ideologi kita.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut

1. Apa pengertian asal mula Pancasila?

2. Bagaimana kedudukan dan fungsi Pancasila?

3. Bagaimana perbandingan ideologi Pancasila dengan paham ideologi besar lainnya di dunia?

C. TUJUAN

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui pengertian asal mula Pancasila.

2. Mengetahui kedudukan dan fungsi Pancasila.

3. Mengetahui perbandingan ideologi Pancasila dengan paham ideologi besar lainnya di dunia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asal Mula Pancasila

Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk secara mendadak serta tidak hanya diciptakan oleh seseorang melainkan terbentuknya melalaui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.

Ditinjau dari kausalitasnya, asal mula Pancasila dibedakan menjadi dua macam yaitu: asal mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. Adapun pengertiannya adalah sebagai berikut:

1. Asal Mula yang Langsung

Asal mula yang langsung tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang proklamasi kemerdekaan. Adapun rincian asal mula langsung Pancasila tersebut menurut Notonagoro (1975) adalah sebagai berikut:

a. Asal mula bahan (Kausa Materialis)

Asal bahan Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadian dan pandangan hidup. Unsure-unsur Pancasila tersebut dapat berupa nilai-nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.

b. Asal mula bentuk (Kausa Formalis)

Asal mula bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama-sama dengan Drs. Moh. Hatta serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila terutama dalam hal bentuk, rumusan serta nama Pancasila.

c. Asal mula karya (Kausa Effisien)

Asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah. Adapun asal mula Pancasila adalah PPKI sebagai pembentuk negara dan atas kuasa pembentuk negara yang mengasahkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah, setelah dilakukan pembahasan baik dalam siding-sidang BPUPKI maupun oleh Panitia Sembilan.

d. Asal mula tujuan (Kausa Finalis)

Tujuan dirumuskan dan dibahasnya Pancasila adalah untuk dijadikan sebagai dasar negara. Adapun asal mula tujuannya yaitu para anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta yang menentuka tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh PPKI sebagai dasar negara yang sah.

2. Asal Mula yang Tidak Langsung

Asal mula tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi kemerdekaan yang terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari-hari bangsa Indonesia. Adapun rincian asal mula tidak langsung Pancasila adalah sebagai erikut:

a. Nilai-nilai yang menjadi unsur-unsur Pancasila sebelum secara langsung dirumuskan menjadi dasar negara yaitu: nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan telah ada dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara.

b. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara dan dijadikan pedoman dalam memecahkan problema kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.

c. Dengan demikian asal mula tidak langsung Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri sebagai Kausa Materialis yaitu sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila.

Berdasarknan tinjauan kausalitas tersebut, pada hakikatnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia jauh sebelum bangsa Indonesia membentuk Negara, nila-nilai tersebut telah tercermin dan teramalkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu tinjauan tersebut memberikan bukti bahwa terbentuknya pancasila bukan merupakan hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang dan bukan hasil pengaruh dari paham-paham besar dunia, melainkan nilai-nilai Pancasila secara tidak langsung telah terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia.

3. Bangsa Indonesia ber-Pancasila dalam ‘Tri Prakara’

Berdasarkan tinjauan Pancasila secara kausalitas tersebut memberikan pemahaman bahwa proses terbentuknya Pancasila memerlukan proses yang cukup panjang dalam konsep kesejarahan bangsa Indonesia. Sebelum disahkan sebagai dasar negara, unsur-unsur Pancasila telah melekat dalam bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari berupa nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan, serta nilai-nilai religius. Dengan demikian Pancasila sebagai dasar negara terwujud dalam tiga asas atau ‘Tri Prakara’ yaitu Pancasila asa kebudayaan, Pancasila asas religius, dan Pancasila sebagai asas kenegaraan. Ketiga asas tersebut tidak dapat dipertentangkan karena merupakan unsur-unsur yang membentuk Pancasila (Notonagoro, 1975).

B. Kedudukan dan Fungsi Pancasila

Kedudukan dan fungsi Pancasila secara pokok ada dua macam yaitu sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Adapun kedudukan dan fungsi Pancaila dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Pandangan hidup tersebut berfungsi sebagai kerangka acuan untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.

Sebagai makhluk individu dan sosial manusia akan senantiasa hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam kehidupan bersama tersebut, muncul pandangan hidup dalam masyarakat yang dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa, selanjutnya pandangan hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara.

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sehingga dalam Pancasila terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan serta dasar pemikiran dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik (Darmohardjo, 1996).

2. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Pancasila sebagai dasar negara merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur penyelenggaraan negara. Akibatnya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara terutama peraturan perundang-undangan harus dijabarkan dan dirumuskan dari nilai-nilai Pancasila. Maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukumyang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.

Menurut Kaelan (2004) kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:

a. Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Sehingga Pancasila merupakan asas kerokhanian tertib hukum Indonesia.

b. Meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945.

c. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis.

d. Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

e. Pancasila sebagai sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara Negara, dan para pelaksana pemerintahan.

Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV, Ketetapan No. XX/MPRS/1966, Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978.

3. Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia

Sebagai suatu ideologi bangsa dan Negara Indonesia maka pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia, namun pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai budaya serta nilai religious yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk Negara, dengan kata lain unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kausa materialis (asal bahan) pancasila.

3.1 Pengertian Ideologi

Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti “gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita’ dan ‘lagos’ yang berarti ‘ilmu’. Kata ‘idea’ berasal dari kata bahasa Yunani ‘eidos’ yang berarti ‘bentuk’. Di samping itu ada kata ‘idein’ yang artinya ‘melihat’. Maka secara harafiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ‘idea’ disamakan artinya dengan ‘cita-cita’. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencangkup pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita (Kaelan, 2004).

Apabila ditelusuri secara historisistilah ideologi pertama kali dipakai dan dikemukakan oleh seorang perancis, Destutt de Tracy, pada tahun 1796. Seperti halnya Leibniz, de Tracy mempunyai cita-cita untuk membangun suatu sistem pengetahuan. Apabila Leibniz menyebutkan impiannya sebagai “one great system of truth”, dimana tergabung segala cabang ilmu dan segala kebenaran ilmiah, maka de Tracy menyebutkan “ideologie”, yaitu”science of ideas”, suatu program yang diharapkandapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat perancis. Namun Napoleon mencemoohkan-nya sebagai suatu khayalan belaka, yang tidak mempunyai artipraktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan menemukan kenyataan. (Pranarka, 1987).

Maka ideologi Negara dalam arti cita-cita Negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas kerohaniannyayang antara lain memiliki ciri sebagai berikut:

a. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.

b. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup,pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban (Notonegoro, Pancasila Yuridis Kenegaraan, tanpa tahun, hal 2,3)

3.2 Ideologi terbuka dan ideologi tertutup

Ideologi sebagai suatu sistem pemikiran (system of thought), maka ideologi terbuka itu merupakan suatu sistem pemikiran terbuka, sedangkan ideologi tertutup itu merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Suatu ideologi tertutup dapat dikenali dari berbagai ciri khas. Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan merupakan cita-cita suatu kelompok orang yang mendasari suatu program untuk mengubah dan memperbaharui masyarakat. Dengan demikian adalah menjadi cita-cita ideologi tertutup, bahwa atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat.

3.3 Ideologi partikular dan ideologi komprehensif

Dari segi sosiologis pengetahuan mengenai ideologi dikembangkan oleh Karl Mannhein yang beraliran Marx. Mannhein membedakan dua macam kategori secara sosiologis, yaitu ideologi yang bersifat partikular dan ideologi yang bersifat komprehensif. Kategori pertama diartikan sebagai suatu keyakinan-keyakinan yang tersusun secara sistematis yang terkait erat dengan suatu kelas social tertentu dengan masyarakat (Mahendra, 1999). Kategori kedua diartikan sebagai suatu system pemikiran menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial ideologi dalam kategori kedua ini bercita-cita melakuakn transformasi sosial secara besar-besaran.

3.4 Hubungan antara filsafat dan ideologi

Filsafat sebagai pandangan hidup dan hakikatnya merupakan system nilai yang secara epistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga dijadikan dasar atau pedoman hidup manusia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara, tentag makna hidup serta sebagai dasar pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan (Abdulgani, 1986).

Tiap ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita-cita yang mendasar dan menyeluruh yang saling menjalin menjadi satu sistem pemikiran yang logis dan bersumber kepada filsafat. Dengan kata lain, ideologi sebagai system of trought mencari nilai, norma dan cita-cita yang bersumber kepada filsafat.

Jadi filsafat sebagai dasar dan sumber bagi perumusan ideologi yang menyangkut stategi dan doktrin, telah timbul di dalam kehidupan bangsa dan Negara, termasuk di dalamnya menentukan sudut pandang atau filsafat hidup yang merupakan norma ideal yang melandasi ideologi (Kaelan, 2004).

3.4.1 Makna ideologi bagi bangsa dan Negara

Manusia dalam mewujudkan tujuannya untuk meningkatkan harta dan martabatnya, dan kenyataannya senantiasa membutuhkan orang lain. Oleh karena itu manusia membutuhkan suatu lembaga bersama untuk melindungi haknya, dalam pengertian inilah manusia membentuk suatu negara. Negara sebagai lembaga kemasyarakatan, sebagai organisasi hidup manusia senantiasa memiliki cita-cita dan harapan, ide-ide serta pemikiran-pemikiran yang secara bersama merupakan suatu yang orientasi yang bersifat dasariah bagi semua tindakan dalam hidup kenegaraan.

3.4.2 Pancasila sebagai Ideologi yang Reformasi, Dinamis, dan Terbuka

Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, aspiratif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasaryang terkandung di dalamnya, naun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih komplit, sehingga memiliki kemampuan reformatif untuk memecahkan masalah-masalah actual yang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek serta zaman.

Menurut Kaelan berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka, nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut :

a. Nilai dasar yaitu : hakikat kelima sila pancasila yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kesatuan, kerakyatan dan keadilan.

b. Nilai instrumental yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaanya.

c. Nilai praksis yaitu merupakan realisassi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi perkembangan yang bersifat nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (BP-7 Pusat, 1994).

Oleh karena itu pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi yaitu:

1. Dimensi idealis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam pancasilayang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

2. Dimensi normatif yaitu nilai yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimna terkandung dalam norma-norma kenegaraan.

3. Dimensi realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.

C. Perbandingan Ideologi Pancasila Dengan Paham Ideologi Besar Lainnya Di Dunia

Ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berkembang melalui proses yang cukup panjang. Pada awalnya bersumber dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yaitu dalam adat istiadat, serta dalam agama-agama yang bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu ideologi Pancasila, ada pada kehidupan bangsa terlekat pada kelangsungan hidup bangsa Indonesia.

Ideologi Pancasila mendasarkan sifat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, yaitu dalam ideologi Pancasila mengakui kebebasan individu. Namun dalam hidup bersama juga harus mengakui hak dan kebebasan orang lain. Selain itu bahwa manusia menurut Pancasila berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa. Dalam hal ini nilai-nilai ketuhanan senantisa menjiwai kehidupan manusia dalam hidup bermasyarakat. Hakikat serta pengertiannya sebagai berikut.

1. Paham Negara Persatuan

Hakikat negara kesatuan adalah negara yang merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur yang membentuknya, yaitu rakyat yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, golongan kebudayaan, dan agama; wilayah yang terdiri beribu-ribu pulau. Pengertian Persatuan Indonesia dalam Pembukaan UUD 1945 negara yang mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan. Jadi, negara persatuan bukanlah negara yang berdasarkan pada individualisme dan golongan. Oleh karena itu, negara persatuan adalah negara yang memiliki sifat persatuan bersama, bedasarkan kekeluargaan serta tolong menolong atas dasar keadilan sosial (Kaelan, 2004).

2. Paham Negara Kebangsaan

Bangsa merupakan suatu persekutuan hidup dalam suatu wilayah tertentu serta memiliki tujuan tertentu (Kaelan, 2004). Sedangkan bangsa yang yang hidup dalam suatu wilayah tertentu serta memiliki tujuan tertentu maka disebut negara. Menurut M. Yamin, bangsa Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu negara dalam panggung politik internasional melalui tiga fase, yaitu zaman Sriwijaya, zaman Majapahit, dan Nasionale Staat yaitu negara kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan kekeluargaan dan berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa serta kemanusiaan.

a. Hakikat Bangsa

Pada hakikatnya bangsa merupakan suatu penjelmaan dari sifat kodrat manusia dalam merealisasikan harkat dan martabat kemanusiaannya. Oleh karena itu deklarasi bangsa Indonesia dalam pembuikaan UUD 1945 dinyatakan bahwa “... kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Pernyataan tesebut merupakan suatu pernyataan universal hak kodrat manusia sebagai bangsa.

b. Teori Kebangsaan

Teori-teori kebangsaan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Teori Hans Kohn

Yang dikatakan bangsa yaitu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara, dan kewarganegaraan.

2) Teori Ernest Renan

Menurut Renan pokok-pokok pikiran tentang bangsa sebagai berikut:

a) Bangsa adalah satu jiwa, suatu asas kerohanian

b) Bangsa adalah suatu solidaritas yang besar

c) Bangsa adalah suatu hasil sejarah

d) Bangsa bukan suatu yang abadi

e) Wilayah dan ras bukan penyebab timbulnya bangsa.

Faktor-faktor yang membentuk jiwa bangsa sebagai berikut:

a) Kejayaan dan kemuliaan di masa lampau

b) Keinginan hidup yang lebih baik

c) Penderitaan bersama

d) Modal sosial.

3) Teori Gepolitik oleh Frederick Ratzel

Teori geopolitik merupakan teori yang mengungkapkan hubungan antara wilayah geografi dengan bangsa. Teori tersebut menyatakan bahwa negara adalah merupakan suatu organisme hidup.

4) Negara kebangsaan Pancasila

Sintesa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dituangkan dalam suatu asas kerohanian yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu Pancasila. Unsur-unsur pembentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut:

a) Kesatuan sejarah

b) Kesatuan nasib

c) Kesatuan kebudayaan

d) Kesatuan wilayah

e) Kesatuan asas kerohanian

3. Paham Negara Integralistik

Bangsa Indonesia yang membentuk suatu persekutuan hidup dengan mempersatukan keanekaragaman yang dimilikinya dalam suatu kesatuan integral yang disebut negara Indonesia. Paham integralistik pertama kali diusulkan oleh Soepomo pada sidang BPUPKI yang berakar pada budaya bangsa.

Bangsa Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai individu, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok, golongan-golongan, suku bangsa-suku bangsa, kelompok-kelompok yang hidup dalam suatu wilayah yang terdiri atas beribu-ribu pulau yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam. Keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan integral baik lahir maupun batin (Kaelan, 1996: 132).

Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antarindividu maupun masyarakat. Hal ini menyatakan paham negara integralistik tidak memihak yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan tidak juga mengenal tirani minoritas (Aziz, 1997).

4. Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa

Sesuai dengan makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara. Dalam pengertian ini negara Pancasila pada hakikatnya adalah negara Kebangsaan yang Ber-Ketuhanan yang Maha Esa. Landasan pokok sebagai pangkal tolak paham tersebut adalah sebagai Sang Pencipta segala sesuatu.

Setiap individu yang hidup dalam suatu bangsa adalah makhluk Tuhan maka bangsa dan negara sebagai totalitas yang integral adalah Berketuhanan, demikian pula warganya juga Berketuhanan Yang Maha Esa.

Rumusan Ketuhanan yang Maha Esa sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 telah memberikan sifat khas kepada negara Kebangsaan Indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas agama tertentu. Negara kebangsaan Indonesia adalah negara yang mengakui Tuhan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu negara Kebangsaan yang Berketuhanan yang Maha Esa.Negara tidak memaksakan agama seseorang karena agama merupakan suatu keyakinan batin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dipaksakan. Dalam hal ini, negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Setiap umat beragama memiliki kebebasan untuk menggali dan meningkatkan kehidupan spiritualnya dalam masing-masing agama. Negara wajib memelihara budi pekerti yang luhur dari setiap warga Negara pada umumnya dan para penyelenggara negara khususnya, berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

4.1 Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila pertama Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Oleh karena sebagai dasar negara maka sila tersebut merupakan sumber nilai, dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik yang bersifat material dan spiritual. Masalah-masalah yang menyangkut penyelenggaraan negara dalam arti material antara lain, bentuk negara tujuan negara, tertib hukum, dan sistem negara. Adapun yang bersifat spiritual antara lain moral agama dan moral penyelenggaraan negara.

Sila “ Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk menyelenggarakan yang baik bagi masyarakat dan penyelenggara negara. Dengan dasar sila ini, maka politik negara mendapat dasar moral yang kuat, menjadi dasar yang memimpin kerohanian arah jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan (Kaelan dalam Hatta, 2004: 134).

Hakikat “Ketuhana Yang Maha Esa” secara ilmiah filosofis mengandung makna terdapat kesesuaian hubungan sebab akibat antara Tuhan, manusia dengan Negara. Kedudukan kodrat manusia adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu terdapat hubungan sebab akibat yang langsung antara Tuhan dengan manusia karena manusia sebagai makhluk Tuhan. Adapun hakikat Tuhan adalah “causa prima” (sebab pertama) (dalam Notonagoro, 1975).

4.2 Hubungan Negara dengan Agama

4.2.1 Hubungan Negara dengan Agama Menurut Pancasila

Menurut Pancasila, negara berdasar atas Tuhan Yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab. Rumusan yang demikian ini, menunjukkan pada kita bahwa Negara Indonesia yang berdasarkan pancasila adalah bukan Negara sekuer yang memisahkan Negara dengan agama, karena hal ini tercantum dalam pasal 29 ayat (1), bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa Negara sebagai persekutuan hidup adalah berketuhanan yang Maha Esa.

Konsekuensinya segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan. Nilai-nilai yang berasal dari Tuhan yang pada hakekatnya adalah Hukum Tuhan adalah merupakan sumber material bagi segala norma, terutama bagi hukum positif di Indonesia.

Negara pancasila pada hakikatnya mengatasi segala agama dan menjamin kehidupan agama dan umat beragama, karena beragama merupakan hak asasi yang bersifat mutlak.

Pada pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga Negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa adalah Negara yang merupakan pemjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah sebagai pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa.

Hubungan Negara dengan Tuhan menurut agaman pancasila adalah sebagai berikut:

1) Negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa

2) Tidak tempat bagi bagi atheisme dan sekulerisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan

3) Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan antar-pemeluk agama serta antarpemeluk agama.

4) Negara pada hakekatnya adalah merupakan berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa.

4.2.2 Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Theokrasi

Hubungan negara dengan agama menurut paham Theokrasi bahwa antara Negara dan agama tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara didasrkan atas firman-firman Tuhan. Dalam praktik kenegaraan terdapat dua macam pengertian Negara Theokrasi, yaitu Negara Theokrasi langsung dan Negara Theokrasi tidak langsung.

a. Negara Theokrasi Langsung

Dalam sistem Negara Theokrasi langsung, kekuasaan adalah langsung merupakan otoritas Tuhan. Adanya Negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan, dan yang memerintah adalah Tuhan.

Doktrin-doktrin dan ajaran-ajaran berkembang dalam Negara Theokrasi langsung, sebagai upaya untuk memperkuat dan meyakinkan rakyatterhadap kekuasaan Tuhan dalam Negara (Kusnadi, 1995:60).

Dalam sistem Negara yang demikian maka agama menyatu dengan Negara, dalam arti seluruh sistem negara, norma-norma Negara adalah merupakan otoritas langsung dari Tuhan melalui wahyu.

b. Negara Theokrasi Tidak Langsung

Berbeda dengan sistem Negara Theokrasi yang langsung, Negara Theokrasi tidak langsung bukan Tuhan sendiri yang memerintahkan dalam Negara, melainkan Kepala Negara atau Raja, yang memiliki otoritas atas nama Tuhan, Kepala Negara atau Raja memerintah Negara atas kehendak Tuhan, sehingga kekuasaan dalam Negara merupakan suatu karunia dari Tuhan. Dalam sejarah kenegaraan Kerajaan Belanda, raja mengemban tugas suci yaitu kekuasaan yang merupakan amanat dari Tuhan (mission sacre). Raja mengemban tugas suci dari Tuhan untuk memakmurkan rakyat. Politik yang demikian inilah yang diterapkan Belanda terhadap wilayah jajahannya sehingga dikenal dengan Ethische Politik (politik etis). Kerajaan Belanda mendapat aman dari Tuhan untuk bertindak sebagai wali dari wilayah jajahan Indonesia (Kusnadi, 1995:63).

Negara merupakan penjelmaan dari Tuhan, dan oleh karena kekuasaan raja dalam Negara adalah merupakan kekuasaan yang berasal dari Tuhan maka sistem dan norma-norma dalam Negara dirumuskan berdasarkan firman-firman Tuhan. Demikianlah kedudukan agama dalam Negara Theokrasi dimana firman Tuhan, norma agama serta otoritas Tuhan menyatu dengan Negara.

4.2.3 Hubungan Negara dengan Agama menurut Sekulerisme

Paham Sekulerisme membedakan dan memisahkan antara agama dan bentuk, sistem, segala aspek kenegaraan tidak ada hubungannya dengan agama. Sekulerisme berpandangan bahwa negara adalah masalah-masalah keduniawian hubungan manusia dengan manusia, adapun agama adalah urusan akherat yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan. Negara adalah urusan hubungan horizontal antarmanusia dalam mencapai tujuannya, sedangkan agama adalah menjadi urusan umat masing-masing agama. Walaupun dalam Negara sekuler yang membedakan antara Negara dengan agama, namun lazimnya warga negara diberikakan kebebasan dalam memeluk agama masing-masing.

5. Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berkemanusiaan yang Adil dan Beradab

Negara adalah lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang bertujuan demi tercapainya harkat dan martabat manusia serta kesejahteraan lahir maupun batin. Sehingga tidak mengherankan apabila manusia adalah merupakan subjek pendukung pokok negara. Oleh karena itu negara adalah suatu negara Kebangsaan yang Berketuhanan yang Maha Esa, dan Berkemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Negara Pancasila sebagai negara Kebangsaan yang berkemanusiaan yang Adil dan Beradab, mendasarkan nasionalisme (kebangsaan) berdasarkan hakikat kodrat manusia. Kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan yang berkemanusiaan, bukan suatu kebangsaan yang Chauvinistie (Kaelan, 2004: 139).

6. Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan Yang Berkerakyatan

Negara kebangsaan yang berkedaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat yang dilaksanakan oleh MPR. Oleh karena itu negara kebangsaan yang berkedaulatan rakyat adalah suatu negara demokrasi. Penggunaan hak-hak demokrasi dalam negara kebangsaan, diantaranya hak-hak demokrasi yang disertai tanggung jawab kepada Tuhan yang Maha Esa, menjunjung dan memperkokoh persatuan dan keatuan bangsa, serta disertai dengan tujuan untuk mewujudkan sutu keadilan sosial, yaitu suatu keadilan sosial berupa kesejahteraan dalam hidup bersama.

Demokrasi kerakyatan mengembangkan demokrasi bersama, berdasarkan asas kekeluargaan, dan kebebasan individu diletakkan dalam rangka tujuan atas kesejahteraan bersama-sama. Pokok-pokok kerakyatan yang terkandung dalam sila keempat dalam penyelenggaraan negara mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan dan hak yang sama.

a. Dalam menggunakan hak-haknya selalu memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan negara dan masyarakat.

b. Karena mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban yang sma maka pada dasarnya tidak dibenarkan memaksakan kehendak pada pihak lain.

c. Sebelum mengambil keputusan, terlebih dahulu diadakan musyawarah.

d. Keputusan diusahakan ditentukan secara musyawarah.

e. Musyawarah untuk mencapai mufakat, diliputi oleh suasana dan semangat kebersamaan.

7. Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan Yang Berkeadilan Sosial

Negara Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial, yang berarti bahwa negara sebagai penjelmaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, sifat kodrat individu dan makhluk sosial bertujuan untuk mewujudkan suatu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial).

Sebagai suatu negara berkeadilan sosial maka negara Indonesia bertujuan untuk melindungi warga negaranya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan warganya. Dalam pergaulan internasional, Indonesia bertujuan untuk ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Negara yang berkeadilan sosial harus merupakan negara yang berdasarkan hukum yang memiliki 3 persyaratan, yaitu pengakuan dan perlindungan atas hak alam asasi manusia, peradilan yang bebas, dan legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya.

Konsekuensi Indonesia sebagi negara berkeadilan sosial yang berdasarkan hukum adalah harus melindungi hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945 diantaranya pasal 27, 28A-J, pasal 29, dan Pasal 31.

7.1 Ideologi liberal

Paham liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme, materialisme, dan empirisme. Rasionalisme adalah paham yang meletakkan rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi. Materialisme adalah paham yang meletakkan materi sebgai nilai tertinggi. Sedangkan empirisme mendasarkan atas kebenaran fakta empiris yang meletakkan kebebasan individu sebagai nilai teringgi dalam kehidupan masyarakat dan negara.

Liberalisme memiliki prinsip bahwa rakyat adalah ikatan individu-individu yang bebas dan ikatan hukumlah yang mendasari kehidupan bersama dalam negara. Kebebasan manusia dalam realisasi demokrasi senanstiasa berdasarkan atas kebebasan individu di atas segala-galanya. Rasio merupakan hakikat tingkatan tertinggi dalam negara sehingga dimungkinkan kedudukannya masih lebih tinggi dari nilai religius. Hal ini harus dipahami karena demokrasi mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar inilah perbedaan sifat serta karakter bangsa yang sering menimbulkan gejolak dalam menerapkan demokrasi yang hanya berdasarkan liberalisme. Indonesia sendiri pada era reformasi ini yang tidak semua orang memahami makna demokrasi sehingga penerapannya tidak sesuai dengan kondisi bangsa sehingga menimbulkan berbagai konflik (Kaelan, 2004).

7.1.1Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Liberalisme

Negara memberi kebebasan kepada warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Namun dalam negara liberal juga diberi kebebasan untuk tidak percaya kepada Tuhan (atheis) bahkan negara liberal memberi kebebasan warganya untuk menilai dan mengkritik Tuhannya. Karena menurut liberal bahwa kebenaran individu adalah sumber kebenaran tertinggi.

Nilai-nilai agama dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan, dan ketentuan kenegaraan terutama peraturan perundang-undangan walaupun ketentuan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Misalnya UU Aborsi di Irlandia tetap diberlakukan walaupun ditentang oleh Gereja dan agama lain (Kaelan, 2004).

Berdasarkan pandangan filosofis tersebut hampir dapat dipastikan bahwa dalam sistem negara liberal membedakan dan memisahkan antara negara dengan agama atau yang bersifat sekuler.

7.2 Ideologi Sosialisme Komunis

Paham ini adalah sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis hasil leberalisme. Berkembangnya paham liberalisme memunculkan masyarakat kapitalis yang mengakibatkan penderitaan sehinggi komunisme muncul sebagai reaksi atas penindasan rakyat kecil oleh kalangan kapitalis yang didukung pemerintah.

Ideologi komunisme mendasarkan pada suatu keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya adalah hanya makhluk sosial saja. Hak milik pribadi tidak ada karena hal ini menimbulkan kapitalisme yang akan menimbulkan penindasan terhadap rakyat kecil. Etika idiologi komunisme mendasarkan suatu kebaikan hanya pada kepentingan demi keuntungan kelas masyarakrat secara totalitas. Atas dasar inilah inilah komunisme mendasarkan moralnya pada kebaikan yang relatif demi keuntungan kelasnya. Oleh karena itu, segala cara dihalalkan. Hak asasi manusia dalam negara hanya berpusat pada hak kolektif sehingga hak individu pada hakikatnya tidak ada. Atas dasar inilah komunisme adalah anti demokrasi dan hak asasi manusia (Kaelan, 2004).

7.2.1 Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Komunisme

Komunisme berpaham atheis karena manusia ditentukan oleh diri sendiri. Agama menurut komunis adalah suatu kesadaran diri bagi manusia yang kemudian menghasilkan. Agama menurut komunisme adalah realisasi fanatis makhluk manusia, agama adalah keluhan makhluk tertindas. Negara yang berpaham komunisme adalah bersifat atheis bahkan melarang dan menekan kehidupan agama. Nilai tertinggi dalam negara adalah materi sehingga manusia ditentukan materi (Kaelan, 2004).

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ditinjau dari kausalitasnya, asal mula Pancasila dibedakan menjadi dua macam yaitu: asal mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. Asal mula yang langsung tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang proklamasi kemerdekaan, sedangkan asal mula tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi kemerdekaan yang terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari-hari bangsa Indonesia.

Kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, serta sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia.

Perbandingan ideologi Pancasila dengan paham ideologi besar lainnya di dunia adalah ideologi Pancasila berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung persatuan dan kesatuan serta berkebangsaan yang kerakyatan dan berkeadilan sosial.

B. SARAN

1. Sebaiknya warga Indonesia memahami Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.

2. Menerapkan atau bertindak sesuai dengan ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR RUJUKAN

Abdulgani, Ruslan. 1998. Pancasila dan Reformasi. Yogyakarta.

Aziz, M. Tobiyin. 1997. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Rineka Cipta.

BP-7 pusat.1994. BAhan Penataran P-4, UUD 1945. Jakarta.

Darmodihardjo, Darji. dkk.1996. Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila dalam Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: Rajawali.

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Kusnadi. 1995. Ilmu Negara. Jakarta: Gya Media Pratama.

Mahendra, Y.I. 1999. Ideologi dan Negara. Jakarta: Rajawali.

Notonagoro. 1975. Pancasila secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tujuh.

Notonagoro. ----. Pancasila Yuridis Kenegaraan. ------

Pranarka, A.W.N. 1985. Sejarah tentang Pemikiran Pancasila. Jakarta: CSIS.

1 komentar: